OIL

Minyak Kembali Merugi karena Kekhawatiran Pasar atas Perang Dagang Berlanjut

Minyak memperpanjang pergerakan yang tidak stabil karena investor menilai perubahan mendadak dalam kebijakan perdagangan AS, dengan minyak berjangka kembali merugi menyusul reli yang melegakan pada hari Rabu. Brent turun mendekati $64 per barel setelah sesi yang bergejolak yang melihat harga mencapai titik terendah dalam empat tahun sebelum akhirnya membukukan kenaikan satu hari terbesar sejak Oktober.

Dengan pasar yang bergejolak, Presiden Donald Trump mengumumkan penghentian 90 hari pada tarif yang lebih tinggi terhadap puluhan negara, tetapi ia juga menaikkan bea masuk terhadap Tiongkok menjadi 125%.

"Dengan banyaknya ketidakpastian yang masih ada, prospek rebound besar dalam minyak mentah tidak mungkin terjadi pada tahap ini ketika pasar harus menghadapi risiko melemahnya permintaan dan meningkatnya produksi dari OPEC," kata Ole Hansen, kepala strategi komoditas di Saxo Bank. "Kami masih melihat tarif terburuk sejak tahun 1930-an." Harga minyak turun drastis dibandingkan dengan awal bulan karena dorongan tarif agresif AS memicu peringatan resesi global yang akan menekan permintaan energi.

Pada saat yang sama, aliansi OPEC+ berkomitmen untuk melonggarkan pembatasan produksi dengan kecepatan lebih cepat dari yang diharapkan, memicu kekhawatiran tentang kelebihan pasokan global yang lebih besar. Kazakhstan, yang telah berulang kali melampaui batas produksinya, kembali mengadakan negosiasi dengan perusahaan minyak untuk memangkas produksi guna mematuhi kuotanya, menurut Interfax.

Tiongkok adalah importir minyak terbesar, dan pungutan AS yang lebih tinggi dapat membebani konsumsi bahan bakar dan petrokimia negara tersebut. Bahkan sebelum Trump kembali ke Gedung Putih, penggunaan bensin dan solar telah menurun, sebagian karena krisis properti yang berlarut-larut, dan sebagian karena penyebaran kendaraan listrik dan energi terbarukan. Sebagai cerminan tantangan ekonomi mendalam yang dihadapi negara, data pada hari Kamis menunjukkan bahwa deflasi konsumen berlanjut selama bulan kedua pada bulan Maret, sementara deflasi pabrik berlanjut selama bulan ke-30.  (Newsmaker23)

Sumber: Bloomberg

Related News

DISCLAIMER

Seluruh materi atau konten yang tersaji di dalam website ini hanya bersifat informatif saja, dan tidak dimaksudkan sebagai pegangan serta keputusan dalam investasi atau jenis transaksi lainnya. Kami tidak bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari penyajian konten tersebut. Semua pihak yang mengunjungi website ini harus membaca Terms of Service (Syarat dan Ketentuan Layanan) terlebih dahulu dan dihimbau untuk melakukan analisis secara independen serta memperoleh saran dari para ahli dibidangnya.

World Time